Beberapa minggu sebelum terbang ke Jepang, si kawan yang akan pergi bersama mendadak whatsapp.
Pat: Bul, gue mau Fujikyu, mau ikutan gak? Itu kayak dufan tapi isinya jetcoaster semua.
Saya: Hah? *tanpa pikir panjang langsung gugling* BAH INI KEREN BANGET JETCOASTERNYA. HAYOKLAH.
*capslock tanda tak santai*
Yang saya lihat dan bilang keren pada waktu itu adalah Eejanaika, sebuah wing coaster dengan konsep 4 dimensi yang artinya kursinya dapat berputar-putar. Menurut data di websitenya, Eejanaika memiliki tinggi 76 meter, dengan panjang track lebih dari 1 kilometer dan kecepatan maksimum hingga 126 km/jam. Eejanaika merupakan salah satu dari 2 wing coaster 4 dimensi yang ada di dunia, namun Eejanaika lebih panjang, lebih cepat, lebih tinggi dan memegang rekor dunia dalam banyaknya putaran di dalam jetcoaster, yaitu 14 putaran. Saya belum pernah naik wing coaster, apa lagi yang 4 dimensi, sedangkan wing coaster 4 dimensi cuma ada 2 di dunia dan satunya lagi ada di belahan bumi yang lain, jadi apa pun yang terjadi saya harus berhasil naik Eejanaika.
Di hari H, setelah berlari-lari keliling stasiun Shinjuku untuk mencari loket tiket bus, akhirnya saya, kedua adik tercinta dan si kawan akhirnya berhasil juga sampai di Fuji-Q Highland, sebuah theme park yang cukup terkenal dengan jetcoasternya yang hobi memecahkan rekor dunia dan rumah hantunya yang membutuhkan waktu sampai 1 jam untuk dapat diselesaikan. Target saya pada hari itu adalah pertama, Eejanaika; kedua, Dodonpa; ketiga, antara Takabisha atau Fujiyama, yang mana yang sempat. Kenapa begitu? Karena setelah membaca-baca review tentang Fuji-Q ternyata theme park ini cukup terkenal dengan antrian jetcoasternya yang lama luar biasa, jadinya saya prioritaskan Eejanaika menjadi yang pertama.
Ketika sampai, saya tidak sabar untuk langsung antri Eejanaika. Adik-adik ternyata tidak cukup adrenalin untuk menghadapi tinggi dan gilanya Eejanaika, jadinya mereka memilih untuk antri atraksi yang lain, sementara saya dan si kawan langsung antri yang ternyata sudah cukup panjang. Cukup lama kami mengantri, mungkin sekitar 1.5 jam, tapi hal tersebut dapat terhibur dengan memperhatikan kelakuan-kelakuan anak muda Jepang yang ternyata memang seperti di komik atau pun dorama. Ya, saya tahu hampir semua anak muda di Jepang pergi ke theme park untuk dating site, jadinya kalau kamu berpacaran adalah suatu hal yang wajar untuk pergi ke theme park bersama, entah itu bersama teman-teman atau bersama pasangan lain lagi. Saya dan si kawan mengomentari bagaimana pasangan di depan kami yang lelakinya menawari untuk membawa tas.
Pat: Bul, kalo disini kan yang cowonya nawarin bawa tas yak, lah kalo gue mah harus minta kali, itu juga belom tentu mau dibawain.
Saya: Bahahahaha.. Kalo gue kayaknya bakalan disemprot, Pat. “Lagian salah sendiri bawa barang banyak-banyak, jadi berat kan”
Pat: Iya, iya, iya. Kayaknya bakal digituin deh. *Lalu kami ngakak bersama*
Selain itu kami menemukan pula sebuah papan tulis, yang mungkin ditujukan sebagai media pesan dan kesan siapa pun yang mengantri Eejanaika, tapi entah kenapa kami melihatnya sebagai papan tulis alay dengan coret-coretan yang kemungkinan bisa kami temukan di tiang listrik. Tadinya niatnya kami ingin menulis Bismillah dengan huruf arab lengkap seperti pada waktu dulu jaman SD, namun sayangnya antrian kami melewati papan tulis tersebut jadi gagal lah rencana tersebut.
Sampai di atas, akhirnya terungkap juga mengapa antrian Eejanaika begitu lama. Ternyata walaupun keretanya ada dua, pengecekan terhadap keselamatan dilakukan dengan sangat menyeluruh sehingga saya yakin 100% tidak akan terjadi apa-apa dengan saya. Kursinya juga cukup tinggi, sehingga saya harus memanjat untuk bisa naik. Ada sabuk yang menahan perut saya, lalu ada alat pengaman di antara tangan yang super besar, yang harus dibantu oleh operator penjaga untuk dapat menguncinya. Pengamannya tidak yang dari atas yang selama ini saya temukan, pengamannya seperti rompi besi yang mengunci bagian atas tubuh dan paha sehingga tidak dapat bergerak. Lalu masih ada sabuk yang mengunci rompi besi itu. Setelah semua terpasang, si operator kembali mengecek pengaman apakah sudah terpasang dengan baik dan jika sudah oke, kereta baru boleh diberangkatkan bersamaan dengan lagunya yang sampai sekarang masih terngiang-ngiang di telinga dan para tim operator yang melambaikan tangan seraya berkata “selamat jalan”, lalu pada saat itu jantung saya berdegup sangat kencang.
Apa yang terjadi setelah itu adalah yang terbaik yang pernah saya rasakan dalam pengalaman mencoba segala macam jetcoaster. Tersebutlah seperti Colossos dan Desert Race di Jerman, Aerosmith atau Indiana Jones di Disneyland Paris, Space Mountain di Disneyland Hongkong, ataupun yang kecil-kecil seperti yang di dufan, semuanya terlewatkan, bahkan Colossos yang saya anggap paling keren yang pernah saya naiki juga lewat. Ketika baru jalan, kursi sudah diputar sehingga kita menghadap ke langit dan kereta berjalan mundur. Di perjalanan naik, saya melihat pemandangan di daerah sekitar dengan cuaca yang luar biasa cerah, namun tetap sejuk karena letak Fuji-Q yang di dataran tinggi dekat gunung Fuji. Saya panik ketika pemandangan berubah menjadi kecil dan jarak yang begitu jauh dengan tanah, begitu saya mendengar suara orang mulai berteriak di belakang saya, tangan langsung dengan erat memegang rompi besi dan mendadak posisi saya seperti terjun bebas, menatap tanah, ini lah first drop yang katanya 90 derajat itu. Perasaan ketika meluncur ke bawah tidak dapat dijabarkan, mendadak suara saya hilang dan sebelum saya menyadari akan menyentuh tanah, kursi sudah diputar kembali sehingga saya terlempar entah kemana dengan jalur yang tidak dapat di prediksi. Selanjutnya saya akhirnya pasrah dengan gerakan-gerakan dan hanya bisa berteriak. Ada spot dimana kita difoto seperti yang ada di jetcoaster lainnya, tapi setelah turun dan melihat hasilnya, foto kami seperti ikan yang kehabisan nafas yang keluar dari kolam. Sungguh buruknya sehingga kami putuskan untuk tidak membeli foto yang nantinya akan menjadi aib itu.
Sejujurnya Eejanaika memiliki 2 hal yang paling saya tidak suka; pertama, posisi kaki yang menggantung; kedua, kursi yang di putar-putar. Namun hal tersebut menjadi sebuah kombinasi yang sangat hebat jika berjalan di jalur yang entah seperti apa bentuknya, sehingga kalau biasanya kamu tahu kereta jetcoaster akan mengarah kemana, maka di Eejanaika hal tersebut menjadi hal yang sulit dilakukan, kecuali kamu sudah berulang-kali naik dengan mencoba seluruh posisi kursi sehingga mencoba seluruh kemungkinan. Konon kabarnya jika kamu naik di posisi yang berbeda, maka pengalaman yang dirasakan juga berbeda. Saya ingin sekali naik dengan mencoba di posisi yang berbeda namun antrian yang luar biasa panjang dan atraksi lain juga menunggu untuk dinaiki. Sayangnya, di Fuji-Q atau tepatnya di Jepang tidak menganut prinsip Single Rider, jadinya jika ada grup yang ganjil, maka akan ada bangku kosong dan itu cukup membuat saya kesal. Namun, jika penasaran dan ingin melihat seperti apa pengalamannya, video nya dapat banyak ditemukan di youtube dan kalau kamu adalah seorang penggemar atraksi yang memacu adrenalin, seperti saya, Eejanaika sangat wajib dicoba, tentunya jika ada waktu untuk pergi ke Jepang.